Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Oktober 2015

Tertib Berkendara Bukti Cinta Kepada Keluarga #SafetyFirst



Tertib Berkendara Bukti Cinta Kepada Keluarga

Rini adalah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Sehari-harinya dia terkenal sebagai anak yang rajin dan patuh terhadap orangtuanya. Rini tinggal hanya bersama Ibu dan satu orang adiknya yang bernama Rani. Bapak nya Rini telah meninggal dunia. Ibu nya Rini adalah seorang pembantu rumah tangga. Pekerjaan sehari-harinya mencuci dan menyetrika baju di rumah tetangganya yang terkenal paling kaya di sekitar rumahnya. Karena Bapak Rini telah tiada, Rini kuliah sambil bekerja. Rini juga membiayai uang sekolah bagi adiknya yang bernama Rani. Biarpun Rini terhimpit oleh sulitnya keadaan ekonomi di keluarganya, tapi dia berusaha tetap ceria dan tegar, seolah hidup selalu membahagiakan dirinya. Selain menjadi pembantu rumah tangga, Ibunya juga berjualan kue. Kue cucur dan kue klepon adalah kue-kue yang menjadi favorit bagi pelanggan nya.  Terkadang, jika ibunya sudah kelelahan membuat kue untuk dijual, Rini dan Rani yang membuatnya. Mereka dengan tekun membuat kue. Karena mereka berdua adalah anak yang berbakti, maka ketika melihat ibu mereka sudah lelah bekerja, mereka berdua yang mengambil alih pekerjaan ibunya. Terkadang, Rini menjual kue buatan ibunya itu dikampusnya. Dan banyak sekali mahasiswa-mahasiswi yang menjadi peminat kue buatan Ibunya Rini. Setiap harinya, Rini selalu pergi ke kampusnya dengan naik angkot. Dan jika kondisi keuangan Rini lagi menipis alias dia tidak punya uang, Rini berjalan kaki ke kampusnya. Boleh dibilang, jarak tempuh antara rumah Rini ke kampusnya lumayan jauh. Tetapi demi meraih gelar sarjana, demi meraih sebuah kesuksesan, Rini tetap giat ke kampus untuk mengikuti perkuliahan. Kadang Rini malu kepada dirinya sendiri, yang tidak mempunyai handphone bagus seperti teman-teman sebayanya. Pernah waktu itu, teman sebayanya bilang “Rin, kamu gak mau beli handphone yang bagus? Sekarang ‘tuh ya kalo mau jualan apapun mending pakai handphone, kamu jual secara online. Lha, ini kamu jualan kue keliling kampus gitu. Kuno banget sih kamu!” mendengar perkataan temannya, Rini tidak menanggapinya. Ia hanya tersenyum saja. Pernah terbersit dalam pikirannya kalau ada benarnya juga perkataan teman-teman nya selama ini padanya, bahwa ia harus membeli handphone yang bagus untuk kepentingan jualannya juga. Karena sekarang zaman digital, yang dimana orang-orang membeli makanan atau barang secara online. Atau dengan menggunakan aplikasi ojek online, yang memungkinkan pembeli memesan makanan secara diantar oleh driver ojek online. Tapi, sejenak Rini mengurungkan niatnya untuk membeli handphone baru. Karena, baginya uang hasil berjualan kue bukan untuk dirinya seorang. Masih ada Ibu dan adiknya dirumah. Dan biaya adiknya sekolah juga menjadi tanggung jawab Rini. Rini berpikir lebih baik uangnya ditabung saja daripada membeli handphone baru, karena menurutnya handphone nya saat ini masih bisa dipergunakan. Sebenarnya ada keahlian Rini yang orang-orang disekitarnya tidak menyadarinya. Keahliannya tersebut adalah menggambar. Teman dekat Rini pernah bilang : “Rin gambar kamu bagus, coba diasah saja dengan mengikuti perlombaan. Karena jujur, memang aku lihat gambarmu bagus. Tekuni saja keahlian menggambarmu itu.” Rini pun menjawab : “Yah, aku mah apa atuh hanya bisa menggambar sederhana saja. Ini juga cuma iseng-iseng saja. Tadinya aku berniat ingin kuliah menambil jurusan desain grafis, tapi aku sadar, kuliah desain grafis memerlukan biaya yang tidak sedikit. Bahkan pada saat skripsi pun banyak sekali biaya yang dikeluarkan nanti. Karena kuliah desain grafis memerlukan peralatan menggambar yang mahal. Perlu laptop atau printer yang bagus. Sedangkan aku, mengerjakan tugas saja harus ke warnet atau terkadang pinjam laptop tetangga. Jadi aku nurut saja apa kata ibuku. Ibuku bilang, aku disuruh kuliah yang bisa langsung kerja, yang jurusan nya tidak memerlukan biaya banyak.” Walaupun keadaan ekonomi yang menghimpit, keadaan uang yang pas-pasan, Rini tidak mengeluh menjalaninya. Baginya, orang sukses tidak dihasilkan melalui kenyamanan, kemudahan, atau kesenangan. Tetapi orang sukses itu biasanya dihasilkan melalui tantangan, kesulitan, dan air mata. Tak lupa sebagai seorang yang beragama islam, disetiap penghujung malam, Rini selalu bangun untuk menunaikan sholat Tahajjud. Dalam setiap sholat tahajjudnya, air matanya turun deras sampai menetes ke sajadahnya. Rini mendoakan agar selalu diberikan jalan kemudahan bagi dirinya, ibunya, maupun adiknya.
Hari ini, Rini berangkat ke kampus, lebih pagi dari biasanya. Karena ada ujian tengah smester yang akan diikuti. Rini berpamitan kepada Ibunya dan berkata “Bu, tolong doain Rini ya Bu. Semoga nanti bisa mengikuti ujian tengah smester dengan baik dan juga jualan kuenya hari ini laris ya, Bu.” Kemudian Ibunya Rini berkata “Iya, Nak. Ibu selalu doain kamu, semoga nilai kamu selalu bagus di kampus ya dan kue jualan nya hari ini laris manis. Semangat ya, Nak. Jangan lupa berdoa.”
Rini pergi ke kampus hari ini tidak menggunakan angkot, Rini memilih berjalan kaki saja. Karena menurutnya hari ini masih terlalu pagi, dia masih mau menghirup udara pagi. Ditengah perjalanan ke kampus, Rini ditabrak oleh pengendara sepeda motor. Sepeda motor melaju dengan lumayan kencang. Dan untungnya nyawa Rini masih bisa tertolong. Rini hanya luka dibagian lutut saja. Kemudian pengendara sepeda motor itu segera meminta maaf kepada Rini “Mbak maafkan saya ya, Mbak. Mbak ada yang luka gak? Mau saya antar ke dokter? Maafkan saya mbak, karena saya harus buru-buru ke kantor.” Ternyata yang menabrak Rini adalah seorang lelaki setengah baya. Terlihat rambutnya yang sudah ada sedikit uban. Sosoknya penuh dengan sifat kebapakan. Rini jadi teringat akan almarhum ayahnya. “Tidak apa-apa, Pak. Saya hanya luka sedikit dibagian lutut. Masih bisa jalan kok, Pak. Dipakai berjalan juga masih sanggup. Nanti saya beli plester aja di apotek dekat  kampus, Pak.” Kata Rini kepada Bapak itu. Kemudian bapak itu berkata lagi kepada Rini “Oh adik masih kuliah, namanya siapa dik? Saya Santoso. Saya antar ke kampus adik saja bagaimana? Sebagai tanda permintaan maaf saya kepada adik.” Rini pun berkata “Tidak  usah, Pak. Nanti merepotkan bapak yang hendak ke kantor.” “saya tidak repot kok, dik. Anggap saja ini sebagai permintaan maaf saya.” Kata bapak Santoso. “Baik pak kalau begitu, kebetulan jarak kampus saya tidak jauh. Sebentar lagi juga sampai, Pak.” Akhirnya Rini diantar ke kampus oleh Bapak Santoso tersebut. Ditengah perjalanan Rini menyampaikan sesuatu kepada Bapak Santoso. “Pak, lain kali bapak hati-hati ya, Pak mengendarai sepeda motornya. Saya jadi ingat akan almarhum Bapak saya yang meninggal dalam kecelakaan gara-gara mengendarai sepeda motor, saya menyesal Pak waktu itu tidak menyuruh Bapak saya pakai helm waktu kecelakaan maut itu terjadi. Karena Bapak saya juga orangnya memang agak tidak mau pakai helm. Karena jarak dari rumah ke kantor bapak saya yang lumayan dekat, beliau jarang mau kalau disuruh pakai helm. Sampai akhirnya, ketika Bapak saya tengah dalam kondisi tidak pakai helm dan dengan jalan ngebut ke kantor, tiba-tiba Bapak saya menabrak sebuah mobil box, hingga nyawa Bapak saya tidak tertolong lagi” Kemudian bapak Santoso berkata pada Rini “Oh, Bapaknya adik sudah meninggal ya? Innalillahi. Saya turut berduka cita ya, dik.” “sudah lama kok pak, Bapak saya pergi meninggalkan saya dan keluarga saya. Sudah 10 tahun yang lalu, Pak.” Kata Rini. “Maaf dik, saya tidak bermaksud membuat adik sedih. Maafkan Bapak ya. Lain kali Bapak akan lebih berhati-hati dalam mengendarai sepeda motor. Tadi Bapak memang buru-buru karena harus tiba di kantor pagi. Makanya Bapak mengendari motor dengan kecepatan tinggi. Terimakasih ya dik, sudah mengingatkan Bapak. Oh iya dik, kamu jurusan apa kuliahnya? Di kantor Bapak kebetulan lagi ada job untuk magang tapi bagi mahasiwa/mahasiswi yang pintar desain grafis. Kamu jurusan apa dik?” kemudian Rini menjawab “saya jurusan manajemen, Pak. Tapi saya sedikit-sedikit punya keahlian menggambar. Menggambar adalah hobby saya sejak kecil, Pak.” “Wah, baiklah saya boleh liat gambarnya adik? Nanti kirim email ke saya aja contoh gambarnya. Soalnya kantor saya memang lagi perlu tenaga untuk magang dik. Barangkali adik adalah salah satu kandidat yang cocok dengan kami. adik sekarang smester berapa ya?” Rini menjawab “saya smester 7 Pak. Kebetulan sedikit-sedikit sedang mengerjakan skripsi. Karena saya janji kepada ibu saya, bahwa saya mau lulus kuliah tepat waktu yakni 3,5 tahun. Saya gak mau menunda-nunda dan menyia-nyiakan kesempatan. Karena saya juga ingin segera bekerja membantu perekonomian keluarga, Pak.” Baiklah dik, Rini. Saya tunggu kiriman contoh gambar adik ke email saya ya.” Kata Bapak Santoso. “Baik, Pak. Nanti saya kirimkan setelah pulang kuliah ya pak. Terimakasih atas tawaran Bapak. Sekali lagi, hati-hati dalam mengendarai sepeda motor ya, Pak.”
Setelah jam kuliah usai, Rini pulang kerumahnya dan menceritakan kepada Ibu nya kejadian yang baru dialami olehnya. Kejadian kecelakaan yang membuat lututnya memar sedikit. Ibu Rini sempat kaget mendengar cerita yang dialami oleh putrinya tersebut. “Ya ampun, Nak. Kok bisa kejadian seperti itu. Ibu khawatir kamu kenapa-kenapa. Kita ke dokter yuk, Nak.” Rini menjawab “tidak perlu ke dokter, Bu. Tadi Rini sudah memakai plester anti luka yang Rini beli di apotek dekat kampus. Insya Allah gak kenapa-kenapa kok, Bu.” “Lain kali lebih berhati-hati ya, Nak kalau berjalan kaki. Jangan lupa selalu berdoa.” Kata ibu. “Oh iya, Bu. Rini diminta mengirim contoh hasil gambar Rini kepada Pak Santoso. Bapak yang tadi tabrakan sepeda motor dengan Rini. Bapak Santoso bilang bahwa, di kantornya sedang memerlukan tenaga untuk magang di bagian desain grafis. Rini ingin coba, Bu. Kalau misalnya keterima uangnya lumayan untuk nambah-nambah keperluan biaya skripsi Rini.” Kata Rini kepada Ibunya dengan antusias. “Tapi ‘kan, Nak. Kamu kan kuliahnya bukan jurusan desain. Kamu kan kuliahnya jurusan manajemen? Memang bisa?” kata Ibu nya Rini dengan sedikit heran. “Ya kita lihat nanti saja, Bu. Apakah Rini keterima atau tidak. Ya Rini kan menggambar hanya sebagai hobby saja. Jika tidak keterima ya memang bukan rezeki ku, Bu. Aku percaya rezeki itu sudah diatur. Sudah tertakar dan tidak akan mungkin tertukar.”
Akhirnya selang 2 hari setelah Rini mengirim CV beserta portofolio gambar nya ke kantor Bapak Santoso, Rini dipanggil interview di kantor Bapak Santoso. Rini sempat tidak menyangka bahwa CV dan portofolio gambarnya lolos kualifikasi. Karena kantor Pak Santoso termasuk salah satu kantor prestige di Indonesia. Akhirnya esok harinya, Rini datang ke kantor Bapak Santoso di kawasan Sudirman, Jakarta. Rini senang bukan main, karena portofolio gambarnya lolos kualifikasi. “Selamat, Rini kamu bisa mulai bekerja nya kapan ya?” kata Bapak Rifki yang menjadi kepala personalia di kantor tersebut. “Saya mungkin bisa mulai awal bulan, Pak.” Kata Rini dengan wajah masih setengah tidak percaya karena dia diterima bekerja magang di kantor itu.
Meskipun Rini sudah bekerja di kantor bapak Santoso, Rini juga tetap fokus pada kegiatan kuliahnya. Nilai-nilainya pun masih konsisten bagus. Dan Indeks Prestasi Kumulatif Rini juga selalu diatas 3. Rini pun juga masih berjualan kue tradisional seperti dulu. Kue favorit orang-orang masih sama yaitu kue cucur dan kue klepon. Di kantor tempat ia magang, Rini masih tetap berjualan kue. Kemudian di sela jam kantor, Bapak Santoso mengajak Rini makan siang bersama di kantin kantor. “Bapak bangga dik, sama kamu. Zaman sekarang masih ada saja anak muda seperti kamu yang tidak malu berjualan kue tradisional bahkan sampai dibawa ke kantor dan ke kampusmu. Anak bapak saja yang seumuran denganmu akan malu jika disuruh jualan kue sepertimu.” “ah, bapak bisa saja. Saya sampai kapanpun tidak akan malu untuk berjualan, Pak. Karena bagi saya berjualan adalah salah satu mencari rezeki yang halal Pak. Saya tidak ingin melihat ibu dan adik saya kekurangan. Apalagi setelah ditinggal Bapak meninggal, saya menjadi tumpuan ibu dan adik saya. Karena gaji ibu saya sebagai pembantu rumah tangga tidak seberapa, Pak. Saya juga masih punya satu adik yang harus saya biayai sekolahnya sampai sarjana.” Kata Rini. “Wah bapak kagum sekali dengan semangatmu, dik Rini. Bapak doakan kamu segera menjadi anak yang sukses ya dan bisa membahagiakan orangtuamu. Oh, iya Rin. Bapak dapat masukan dari staff personalia bahwa, kerja kamu dalam masa magang ini bagus. Kalau kamu bisa konsisten bagus terus, kamu bisa diangkat menjadi karyawan tetap di kantor ini. Semoga Indeks Prestasi kamu konsisten bagus ya sampai wisuda. Bapak doakan.” Rini pun tersenyum dan berkata “Terimakasih, Pak. Doakan saya semoga saya bisa terus konsisten meraih nilai yang bagus di masa kuliah saya ini.”
Tiba saatnya Rini wisuda, dan Rini dinobatkan sebagai lulusan terbaik di kampusnya. Bukan main bangganya hati Ibu Rini. Ibu Rini menangis terharu karena bangga anaknya bisa menjadi lulusan terbaik di kampusnya. “Bu, maafkan Rini ya, Bu. Jika selama ini Rini sudah merepotkan ibu dengan berbagai macam biaya yang banyak saat Rini kuliah. Rini janji, Bu. Sekarang saatnya Rini yang balas pengorbanan ibu, walau Rini gak akan bisa membalas semua pengorbanan dan kebaikan ibu kepada Rini, tapi Rini akan terus berusaha buat ibu senang, buat ibu bangga, buat adik bahagia. Dan Rani harus bisa sekolah tinggi sampai sarjana seperti Rini ya, Bu.” Kata Rini disela-sela prosesi wisuda. Rini pun berderai air mata haru saat berbicara sambil mencium tangan ibunya. “Ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk Rini. Tetap jadi orang yang rendah hati ya, Nak jika sudah menjadi orang yang hebat. Sudah mendapat karir yang cemerlang.”
Tepat sebulan setelah prosesi wisuda, akhirnya Rini diangkat menjadi karyawan tetap di kantor Bapak Santoso, tempat ia bekerja magang dulu. Dalam hati, Rini tak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan, Allah SWT karena telah memberikan begitu banyak rezeki. Rezeki yang tak terduga-duga. Rini di kantor tersebut menjadi staff digital marketing. Karena ilmu marketing nya yang didapat di bangku kuliah juga sangat baik dan dikombinasikan dengan keahlian desain grafis yang dia miliki. Rini juga menjadi karyawan teladan di kantornya tersebut. Rini teringat akan pesan ibu nya sewaktu masih kuliah dulu “Nak, jadilah orang baik. Karena, jika kita baik, rezeki yang baik, teman yang baik, bahkan jodoh yang baik juga akan menghampiri.” Dan setelah 6 bulan bekerja di kantornya, Rini mendapat project untuk membuat campaign akan pentingnya untuk menjaga keselamatan bagi pengendara motor. Tema nya adalah “Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.” Rini membantu untuk memberikan ide desain, memberikan strategi untuk berpromosi lewat sosial media. Dan tanggapan masyarakat pun sangat bagus dan antusias menyambut ajakan untuk “Tertib, Aman dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.”
Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen ‘Tertib, Aman, dan Selamat Bersepeda Motor di Jalan.


Penulis : Rachmah Dewi

Sabtu, 12 September 2015

Unpredictable Love by Rachmah Dewi

Dera dan Adi. Mereka adalah sepasang sahabat. Dimana ada Dera disitulah Adi pun ada. Tak heran, mereka terlihat seperti sepasang kekasih dimata orang-orang.

Dera dan Adi bertemu untuk pertama kalinya sejak mereka berdua sama-sama duduk dibangku sekolah menengah atas. Mereka bertemu sewaktu mereka sekelas di kelas dua. Dan sejak mereka berdua tergabung dalam satu ekstrakurikuler di bangku SMA, mereka berdua mulai akrab. Sehingga menjadi sahabat seperti sekarang.

Dera dan Adi sudah bersahabat sejak 7 tahun yang lalu. Bahkan banyak teman-teman sekolah mereka dulu mengira bahwa mereka telah menjadi sepasang kekasih. Dan banyak pula diantara teman-teman mereka yang iseng meledek mereka berdua, “Ciee, Dera dan Adi. Kalian tuh udah cocok banget loh. Mana mungkin kalian hanya sekadar sahabat? Pasti diantara kalian ada rasa saling suka.” Menanggapi ledekan dari teman-teman nya, Dera dan Adi hanya tersenyum saja.

Dera terkenal sebagai perempuan yang cantik dan pintar di sekolah. Dera selalu mendapatkan rangking di kelasnya. Sampai pada waktu wisuda kelulusan di bangku SMA, Dera menjadi siswi terbaik di sekolah. Bahkan sampai sekarang pun ketika Dera sudah lulus dari bangku kuliah dengan predikat cumlaude, Dera pun bekerja di salah satu perusahaan terbaik di Indonesia.

Sama halnya dengan Adi. Adi pun adalah laki-laki yang tampan, pintar, dan berwawasan luas. Adi sangat pintar dalam berbahasa inggris. Adi pun juga telah lulus kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia, sekarang ini sama halnya dengan Dera, dia bekerja di salah satu perusahaan ternama di Indonesia.

Namun perbedaan keduanya adalah dalam segi sifat. Dera terkenal sebagai perempuan yang supel, banyak teman, dan ceriwis. Lain halnya dengan Adi, Adi adalah sosok yang pendiam, sedikit kaku, dan juga sedikit tertutup. Tetapi mereka berdua bisa saling nyambung ketika mereka mengobrol atau bertukar pikiran masalah apapun.

Dan masalah mulai datang menimpa mereka berdua, karena salah satu dari mereka yaitu Dera yang diam-diam mulai menyukai Adi. Dera tidak mengerti bagaimana perasaan suka itu bisa tertuju kepada Adi. Karena selama ini, Dera hanya bersahabat dengan Adi. Tetapi memang, jatuh cinta terjadi pada waktu dan orang yang tidak disangka-sangka. Dera sungguh dilema. Dera takut jika perasaan suka kepada Adi akan membuat persahabatan mereka retak. Pernah suatu saat, sahabat Dera, Inda bertanya kepada Dera. “Der, sebenernya gimana sih antara kamu dan Adi? Kamu pacaran atau enggak sama dia? Kamu suka sama dia?” Dera pun menjawab, “Enggak lah Nda, aku sama Adi kan bersahabat baik. Kamu juga tahu kan kalau kita berdua bersahabat sejak SMA?” Jawab Dera dengan jawaban yang tidak jujur. Karena sebenarnya Dera sangat suka dengan Adi. Dera merasa nyaman setiap berada dekat dengan Adi. Bahkan Dera sangat merasa nyambung ketika ngobrol masalah karir atau apapun dengan Adi.

Dera memang tidak jujur dengan persaan nya kepada Adi. Dera memendam rasa cintanya yang mulai tumbuh kepada Adi. Sebenarnya, Dera ingin sekali mengungkapkan perasaan nya secara langsung kepada Adi. Namun Dera tidak berani. Dera takut jika dia mengungkapkan perasaan nya kepada Adi, Adi tidak mau lagi bersahabat dengan nya. Karena Adi tidak menyukai Dera. Pikirnya seperti itu.

Ditengah kerisauan Dera akan perasaan hatiya kepada Adi, akhirnya Dera mulai mau untuk curhat kepada sahabatnya, yakni Inda. Inda merupakan sahabat terbaik Dera. Mereka pun juga telah bersahabat semenjak mereka sama-sama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Dera segera mengambil smartphone nya untuk menelepon sahabatnya tersebut. “Hallo, Inda. Lo lagi sibuk gak? Gue mau curhat nih.” Inda pun menjawab telepon dari Dera, “Hallo, Der. wah tumben nih, mau curhat apa? Pasti masalah kerjaan? Atau mungkin masalah percintaan? Gue siap dengerin curhatan lo kok!” “Iya, Nda. Gue mau curhat nih. Lo kan sahabat gue banget. Lo yang paling tahu gue Nda. Lo tahu kan siapa cowo yang lagi deket sama gue sekarang? Temen SMA kita juga?” Tanya Dera. “Hmmm, yang gue tahu sih, lo kan sahabatan sama Adi sejak SMA dulu.” Kata Inda yang berusaha mengingat-ingat nama lelaki yang tengah dekat dengan sahabatnya itu. “Right, Nda! Itu pokok permasalahan yang gue pengen curhatin. Jadi gini loh Nda, sebenarnya gue sekarang-sekarang ini mulai jatuh cinta sama Adi. Gue juga bingung kenapa gue bisa ada perasaan cinta ini. Padahal gue sama Adi kan hanya bersahabat saja sejak SMA hingga sekarang. Gue sangat dilema Nda dengan perasaan gue ini.” Kata Dera. “sudah gue duga, Der! Pasti akhirnya lo akan jatuh cinta dengan sahabat lo sendiri, yaitu Adi. Soalnya chemistry kalian berdua tuh udah keliatan banget. Diantara kalian pasti ada rasa saling suka. Dan ternyata lo yang suka sama Adi. Enggak apa-apa lagi, Dera. Saling suka itu wajar banget kok. Gue kenal dengan Adi. Adi orangnya baik dan dia juga cocok banget sama lo.” Kata Inda menanggapi curhat sahabatnya itu di telepon.

Percakapan mereka berlanjut hingga pukul satu malam. Ya, hanya Inda yang selalu siap jika mendengarkan curhatan sahabatnya itu. Persahabatan mereka bisa langgeng hingga sekarang karena mereka selalu saling memberi dukungan, doa, solusi, dan semangat satu sama lain. Inda memberi solusi kepada Dera, untuk berpura-pura menjauh sejenak dari Adi. Cara itu dilakukan untuk mengetahui apakah Adi juga punya perasaan yang sama kepada Dera. Apakah Adi rindu jika tidak berkomunikasi dan bertemu dengan Dera. Jika Adi merasa kehilangan Dera, pastinya Adi pun juga menyayangi dan mencintai Dera.

Dan sekarang Dera sedikit menjauhi Adi sesuai saran dari Inda. Dera ingin tahu apakah Adi juga punya perasaan yang sama dengan nya. Setiap Adi mengajaknya mengobrol melalui whatssapp, Dera hanya membalasnya singkat. Biasanya dulu mereka saling mengobrol melalui whatssapp sampai berjam-jam. Kini Dera bersikap acuh kepada Adi. Walau sebenarnya Dera tidak tega untuk menjauhi Adi, karena ia sangat sayang kepada sahabatnya itu. Sahabat yang kini sedang membuatnya jatuh cinta. Adi tidak mengerti bahkan bingung melihat tingkah laku Dera yang aneh dan menjauhinya. Bahkan Dera sudah tidak mau lagi, jika Adi mengajaknya bertemu seusai mereka berdua pulang dari kantor. Adi tidak tahu, kesalahan apa yang dia perbuat sehingga membuat Dera marah hingga menjauhinya.

Akhirnya Adi mulai bingung dengan perubahan sikap Dera. Adi bertanya kepada sahabat terdekat Dera yakni Inda. “Inda, gue mau nanya sama lo dong. Kenapa ya akhir-akhir ini sikap Dera berubah sama gue? Setiap gue ajak ngobrol di whatsapp dia hanya bales singkat. Dulu enggak kayak gitu. Dulu kita bisa ngobrol sampai 3 jam di whatsapp. Terus kalo gue ajak dia ketemuan, dia juga gak pernah mau lagi sekarang. Alasan nya sih sibuk sama kerjaan nya.” Inda menyimak perkataan Adi. Inda tau, bahwa itu adalah trik dari Dera agar ia tau bagaimana perasaan Adi terhadapnya. “Ya mungkin memang Dera sedang sibuk dengan kerjaan di kantornya. Mungkin lo nya yang harus ngertiin dia, Di. Kalau Dera emang bener-bener lagi  sibuk sama kerjaan nya sekarang ini.” Kata Inda dengan sedikit berbohong kepada Adi. Karena Inda paham sekali, Dera pun juga tidak tega sebenarnya menjauhi Adi.

Setelah curhat dengan Inda, Adi mulai introspeksi dirinya sendiri. Apakah dirinya ada kesalahan yang membuat Dera marah dan bersikap dingin kepadanya seolah mereka baru kenal seminggu. Padahal mereka sudah saling kenal selama 7 tahun. Adi mulai merasa kehilangan moment bersama Dera. Karena dimata Adi, Dera lah yang selalu bisa membuat dia tersenyum dan tertawa. Dera lah yang selalu mengajaknya bercanda lewat whatsapp. Dera lah yang selalu membuat dia merasa nyaman. “Mungkin gue telah jatuh cinta sama Dera.” Adi berkata dalam hati.

Tepat tanggal 12 Mei di hari ulang tahun Dera yang ke-24, Dera masih bersikap dingin terhadap Adi. Handphone Dera berbunyi manandakan ada notifikasi pesan baru dari whatssapp nya. “Dera, selamat ulang tahun ya. Semoga segala keinginan positif lo bisa tercapai di tahun ini.” Ternyata sebuah pesan singkat itu dari Adi. Dera membalasnya “Terimakasih Adi. Semoga sukses juga untuk lo ya.” Tak lama kemudian, handphone Dera berbunyi lagi, “Coba buka pintu rumah lo deh.” Adi yang mengiriminya whatsapp tersebut. Dera bingung, maksudnya apa disuruh buka pintu rumah oleh Adi. Dera mengintip dari balik jendela kamarnya. Bahwa tidak ada orang di depan pintu gerbang rumahnya. Dera berpikir, Adi hanya bercanda saja. Adi bercanda agar membuat dirinya senang di hari ulang tahunnya itu. Dera keluar dari kamarnya dan membuka pintu gerbang rumahnya. Ternyata benar kosong tidak ada siapapun disitu. Dera berbalik badan hendak masuk lagi kedalam rumahnya. Namun tiba-tiba ada yang berkata di belakang dirinya. “Dera, selamat ulang tahun ya. Aku mencintaimu.” Dera terkejut bukan main, karena dari tadi ia tidak melihat siapapun di luar rumahnya. Dera berbalik badan, dan dia juga terkejut ternyata yang berbicara kepadanya barusan adalah Adi. Ya, Adi sahabatnya sejak SMA. Dera  berkata, “Di, lo jangan bercanda kayak gitu ah. Gak lucu tahu!” “Ini adalah perkataan ku yang serius Dera. Aku benar-benar mencintai kamu. Ternyata selama ini, aku bohong sama diriku sendiri. Aku bohong sama perasaan ku. Bahwa, aku mencintai kamu. Kita bersahabat udah lama. Udah tujuh tahun. Dan aku jatuh cinta sama kamu tanpa alasan. Aku juga enggak tau, kenapa perasaan ini bisa hadir secara tidak terprediksi.” Kata Adi dengan kesungguhan. “It’s called Unpredictable Love! Selamat ya, kalian emang cocok kok berdua. Gue ngersetuin banget deh kalo kalian jadian. Apalagi kalau sampai pernikahan. Gue seneng bangeeeet!!” ternyata Inda tiba-tiba juga hadir di rumah Dera. “Adi, maafin aku. Kalo aku enggak bisa.” Kata Dera dengan suara lirih. “Oh, iya enggak apa-apa kok kalau kamu enggak bisa nerima aku. Yang penting aku udah lega kalau aku udah mengungkapkan rasa cinta ini padamu.” Kata Adi dengan sedih. “Iya, aku enggak bisa.. bohong juga, kalau aku juga mencintai kamu. Aku sayang banget Di sama kamu. Kamu tahu enggak, selama ini aku pura-pura bersikap dingin sama kamu, pura-pura cuek sama kamu biar aku tahu perasaan kamu. Apakah kamu rindu kalau enggak ada aku.”  “Oh jadi itu kamu cuma pura-pura? Ah dasar kamuu.. iya, aku rindu banget sama sikap kamu yang dulu Der. Sikap kamu yang suka bercanda-canda sama aku, ketawa sama aku. Aku lega kalau kamu Cuma pura-pura doang hehe.” Kata Adi dengan wajah gembira. “Cieee,, jadi sekarang kalian udah resmi doong? Selamat yaa! Akhirnya kalian bukan cuma friendship tapi sekarang partnership dong?” kata Inda. “Inda makasih banget ya, kamu udah bantuin aku, udah ngasih solusi atas permasalahan aku. Aku juga sayang kamu Nda.” Dera berkata sambil memeluk sahabatnya itu. “Kok Inda doang sih yang dipeluk? Aku enggak? Aku udah bawain kue sama bunga loh, masa didiemin aja nih?” kata Adi menggoda Dera. “Huu, kamu mah emang maunya dipeluk. Enggak mau ah, nanti aja kalau kita udah nikah aku mau peluk kamu deh yang banyak.” Kata Dera sembari memukul-mukul mesra Adi.

Dan sebulan setelah ulang tahun Dera, Adi mengutarakan niatnya ingin melamar Dera. Adi ingin mengajak Dera untuk bersatu dengannya dalam ikatan suci pernikahan. Adi pun datang kerumah Dera dan bertemu dengan kedua orangtua Dera. Orangtua Dera pun setuju terhadap niat baik Adi yang ingin melamar putri mereka. Kedua orangtua Dera juga menilai bahwa Adi adalah lelaki yang baik, rajin, bertanggung jawab, dan bisa menjadi suami terbaik bagi putri mereka kelak. “Tante dan Om sih setuju saja, kalau Adi mau ada niatan untuk melamar Dera dan mengajaknya menikah. Tante dan Om yakin kamulah pria yang selama ini Dera cari. Dera tunggu. Kamulah cinta sejati untuk Dera.” Ibu Dera berkata dengan penuh kesungguhan.

Mendengar perkataan kedua orangtuanya, Dera tak kuasa membendung air mata bahagia. Dera bahagia mendengar jika kedua orangtua Dera telah setuju untuk menikahkan nya dengan Adi. Dera benar-benar tidak menyangka, Adi yang dulu hanya sahabatnya semasa mereka berdua masih sama-sama duduk dibangku sekolah menengah atas, kini akan menjadi calon suaminya. Calon suami yang amat dia cintai. “Kita mungkin bisa memilih ingin berpasangan dengan siapa. Namun kita tidak bisa memilih ingin jatuh cinta dengan siapa. Jika kamu jatuh cinta pada seseorang yang kini menjadi pasangan mu, mungkin Tuhanlah yang memilihkan nya untukmu.” Dera berkata dalam hati sambil tersenyum bahagia.

                                           SEKIAN                                           
By : Rachmah Dewi
Email : dhewieyess75@gmail.com
Instagram : @Rachmah_Dewi